Tuesday, 23 February 2016

Unknown

Pahlawan Besar Aceh - Panglima Prang Laskar Prang Sabi


SagoePostNews - Prang Sabi merupakan perang terbesar sepanjang sejarah yang dialami belanda sepanjang penjajahanya di timur. Awal meletusnya Prang Sabi diawali dengan memburuknya hubungan antara Kesultanan Aceh dan Belanda pada masa itu. Hubungan Aceh - Belanda memburuk jauh sebelum Tahun 1873.  

Dengan memburuknya hubungan tersebut, Hari demi hari dari serangkaian peristiwa Hubungan Kesultanan Aceh dan Belanda serta terjadinya berbagai peristiwa penyerebotan kapal yang dilakukan oleh Pihak Belanda maupun Pihak Aceh. Belandapun memberi ancaman berupa Ultimatum kepada Aceh. Hal tersebut dipicu oleh nafsu penjajahan belanda yang sejak bertahun-tahun lalunya secara sepihak menyerebot wilayah-wilayah Kesultanan Aceh sedikit demi sedikit. 

Puncak ketegangan Sebelum Prang Sabi ini terjadi dengan diutusnya seorang Pejabat Belanda yang bernama Edelaar Niuwenhuyzen untuk Sultan Aceh. dengan tujuan belanda menguasa Aceh tanpa harus sampai menumpahkan darah. Namun Kesultanan Aceh menentang keras maksud belanda tersebut. Kesultanan Acehpun harus mempersiapkan pertahanan yang tangguh sehinggap Sultan aceh mengutus beberapa tokoh ke Turki dan Singapura.

Pada Tanggal 8 Maret 1973 Gubernur Jendral Belanda menetapkan akan mengirim angkatan perang dengan tujuan tiada mengenal damai. Dan pada tanggal itu juga diangakat Edelaar Niuwenhuyzen sebagai Komisaris Pemerintah Untuk Atjeh dan satu angkatan perang Jendral Mahyor J.H.R Kohler dengan expedisi pertama. 

Pada tanggal 23 Maret 1873 Belandapun tiba dipelabuhan aceh namun takberlabuh ditempat biasanya. tetapi jauh dari tepi pantai disebelah barat sungai aceh. Komisaris Belanda menulis sepucuk surat meminta kepada sultan agar mengaku kedaulatan Belanda dan jangan melawan. Suratpun dibawa sultan kedalam sidang kerajaan di Kraton.

Suratpun dibacakan dan musyawarahpun berlangsung. Dalam musyawarah tersebut ada yang meminta damai, Tetapi Imum Luengbata yang bergelar "Tjempala Radja" menegaskan.

Imum Luengbata Menegaskan Dengan Bijak "Memang Kita Lemah dan Tiada Mempunyak Kapal Perang Di Laut, Tetapi Sekarang Ia Sudah Datang Kemari, Mendekati Kita, Maka Tak Boleh Sekali-kali Kita Menolak, Buatku Tak Ada Damai, Yang Panjang Kita Potong Tiga, Yang Pendek Kita Potong Dua"

Akhirnya Radja bertanya kepada Panglima Polem dari Sagoe XXII dan memberi jawaban yang sama. Keputusanpun diambil Radja."Bila Belanda Mendaratkannya, Aceh Akan Melawan. Tetapi Kalau Belanda Hanya Mundar-mandir Saja Di Laut, Aceh Tidak Akan Berbuat Apa-apa.

Ketika jawaban Sultan telah sampai kepada komisaris belanda dan tidak mau mengaku kedaulatan belanda. Lalu pada Hari Rabu Tanggal 26 Maret 1873 maklumat perang kepada Aceh dilayang. Tembakan pertama dari Belanda terjadi pada Pukul 4 Sore Tanggal 26 Maret 2873 Sore kamis (Malam Jum'at). Berangpun berkecamuk, Ekpedisi Pertama Belandapun gagal dengan kematian jendral kohler dihalaman Mesjid Raya Baiturrahman. Ekpedisi Keduapun dikirim Belanda.

Dari panjangnya kisah peperangan dan banyak lahirnya para pahlawan-pahlawan aceh yang terlupakan dalam sejarah. Naik mundurnya peperangan melawan belanda membuat para ulama aceh sering mengadakan pertemuan. Sehingga pada Dua Rapat Besar yang diadakan oleh Tengku Chik Dayah Tjut dengan mengundang tokoh terkemuka bagian Tiro dan sekitarnya. Pertama di Dayah Krueng, Mendengarkan Keterangan Dari Utusan Gunung Biram dan Kedua di Daja Lampoh Raja, untuk Menentukan Sikap dan Bantuan Yang Dapat Diberikan Kepada Pedjuang yang masih berada di Aceh Besar. Ada beberapa putusan-putusan dalam rapat tersebut. Salah satu dari putusan tersebut yaitu bersedia menjadi pemimpin atau panglima perang melawan belanda. 

Dalam rapat yang diadakan tersebut oleh Tengku Chik Dayah Tjut banyak tanda tanya yang tersirat dihati para pemimpin dalam rapat tersebut. Perdebatanpun tak bisa di elakkan, seakan-akan  pemimpin itu mengadakan perang baru. Beberapa saat tak ada yang bangun untuk mengemukakan diri. Orang-orang menunggu datang unjukkan diri Tengku Chik Dayah Tjut, Sejenak Rapat terdiam melihat Tengku Chik Dayah Tjut  berbisik dengan Teungku Hadji Syech Saman yang baru pulang dari Mekah. Kemudian Tengku Chik Dayah Tjut mengatakan bahwa Hadji Muhammad Saman mau berbicara.

Teungku Hadji Syech Saman tampil kemuka berbicara dengan suara lantang dan tegas. 
Saya bersedia pergi memimpin perang Ke Aceh Besar, Bila hadirin sekalian menaruh kepercayaan kepada saya dan bersedia membantu dibelakang. Benar kesulitan demikian memuncaknya, tetapi semangat Keimanan dan Contoh yang diperlihat oleh junjungan Nabi Besar Muhammad s.a.w. Tegak seorang diri mengemukakan kebenaran di tengah tanah arab, mendorong kita untuk maju ke muka dan jangan berputus asa. Sekiranya dibiarkan terus musuh leluasa menjalankan usahanya, menaklukkan negeri kita dari satu daerah ke satu daerah, Niscaya pada suatu masa kelak, kita akan terusir kegunung-gunung ataupun musnah dari permukaan bumi. Seluruh daerah,,,dibawa angin,, (Nama yang terkenal diAceh untuk menyebut kepulauan Indonesia) sudah habis diambil musuh. Dari itu,,, "Saya Bersedia Menerima Seruan Utusan Gunung Biram Dengan Senang Hati" Demikian Hadji Saman menutup pembicaraanya.
Segala yang hadir dalam rapat tersebut amat bergembira medengar ucapan Teungku Hadji Syech Saman yang sangat bersemangat tersebut. Beliau terkenal sebagai seorang khatib, pembicara yang tersohor di wilayah bagian tiro. mulai saat inilah beliau diangkat menjadi panglima perang. dan berangkat ke Aceh Besar. 

Ketika sampai di Aceh Besar dan telah melalui beberapa perang pada suatu upacara khidmat di Kuta Aneuk Galong Beliau dipersembahkan sebuah Hikayat Prang Sabi oleh Tengku Chik Pante Kulu sepulangnya dari Mekkah pada Tahun 1881 Masehi. Semenjak saat itulah beliau berperang melawan penjajahan Belanda dengan Hikayat Prang Sabil Karya Tengku Chik Pante Kulu 

Dengan Prang Sabinya Tengku Chik Muhammad Saman Di Tiro dapat merebut satu persatu benteng belanda. Bahkan wilayah-wilayah yang selama ini telah di duduki oleh pasukan Belanda jatuh ketangan Pasukannya. Pada Bulan Mei Tahun 1881 Masehi Benteng Belanda di Lambaro, ANeuk Galong dan lainnya berhasi di rebut oleh Tengku Chik Muhammad Saman Di Tiro. Belanda Akhirnya terjepit di wilayah sekitar Banda Aceh dan menggunakan Taktik Lini Konsentrasi (Concentratrle Stelsel) di wilayah yang masih dikuasainya

Tengku Chik Muhammad Saman Di Tiro adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada Tahun 1881 setelah menurunya penyerangan terhadap Belanda. Bukti kehebatannya dapat di lihat dari banyaknya pergantian Gubernur Untuk Aceh pada masa perjuangannya Tahun 1881-1891. Gubernur yang diganti sebanyak 4 kali, yaitu :
1. Abraham Pruijs Van Der Hoeven (1881-1883)
2. Philip Franz Laging Tobias (1883-1884)
3. Henry Demmeni (1884-1886)
4. Henri Karel Frederik Van Teijn (1886-1891) 

Akhirnya Belanda Kwalahan dan memakai "Siasat Liuk" dengan mengirim makanan yang telah diracuni. Tanpa curiga sedikitpun Tengku Chik Muhammad Saman Di Tiro memakannya dan akhirnya Beliau Meninggal pada bulan Januari 1891 di Benteng Aneuk Galong. 

Berikut Makam Tengku Chik Muhammad Saman Di Tiro Di Desa Meureu Indrapuri





Perjuanganpun diteruskan oleh anaknya Tengku Chik Amin Sampai Tahun 1896, Lalu Tengku Umar Sampai 1899, Lalu Panglima Polem Muhammad Daud secara kecil-kecilan Hingga Tahun 1903. dan dan oleh tengku-tengku yang berserak di Tanoh Aceh. 



Demikianlah sedikit mengenang sejarah Pahlawan Besar Aceh - Panglima Prang Laskar Prang Sabi, Apabila ada kesalahan dalam uraian kata-kata tersebut diatas salah, Mohon maaf dan harap diberitahu.

Share artikel ini jika bermanfaat. dan jangan lupa berkomentar dibawah ini.



Sumber Artikel : Wikipedia, DjendralArwah, E-Book Karya Yakub, Ismail 1960 (Pahlawan Besar Dalam Perang Atjeh)

Unknown

About Unknown -

Saya bukanlah seorang pemula dan juga bukan seorang master dalam dunia blogger, saya hanya seseorang yang hobi menulis dan selalu mencari hal-hal yang baru. Tinggalkan komentar agar ada kesan dari anda. Salam Sukses.

Subscribe to this Blog via Email :

Post Comment